Winda Hardyanti merupakan seseorang akademisi, peneliti, dan praktisi komunikasi keluarga yang telah mendedikasikan lebih dari 10 tahun untuk memahami dinamika hubungan keluarga, khususnya mengenai adopsi anak. Setelah menempuh 3 tahun 3 bulan, Winda Hardyanti meraih gelar Doktor dalam bidang komunikasi  interpersonal di Universitas Sebelas Maret sekaligus menjadi Doktor komunikasi ke-16 dari FISIP UNS. Dengan capaian Indeks Prestasi  Kumulatif (IPK) 3,92. 

       Winda Hardyanti  sosok di balik karya “Dari Ketidakpastian Menuju Harmoni”. Buku ini lahir dari keprihatinan sekaligus harapan akan pentingnya komunikasi dalam menciptakan keluarga yang harmonis melalui adopsi. Proses adopsi anak adalah suatu proses yang membutuhkan kompetensi komunikasi yang harus dimiliki oleh orang tua yang ingin mengadopsi anak. Di Indonesia, proses adopsi anak adalah perjalanan yang penuh tantangan baik secara administratif, tetapi juga secara emosional, sosial bahkan spiritual. Winda Hardiyanti merupakan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMM yang baru-baru ini resmi meraih gelar Doktor pada 30 Januari 2025 di Surakarta. 

      Dalam buku “Dari Ketidakpastian Menuju Harmoni” ia mengungkapkan bahwa komunikasi memegang peranan yang penting dalam menciptakan keluarga yang harmonis bagi anak adopsi. Dalam bukunya ini Winda Hardyanti menyoroti pentingnya memahami pola-pola komunikasi dalam keluarga. “Setiap keluarga memiliki karakteristik yang unik, mulai dari cara berinteraksi, menyelesaikan konflik, hingga membangun kesepakatan bersama”,tulisnya. 

     Selain itu, Winda Hardiyanti juga menyoroti bagaimana calon orang tua menghadapi tekanan sosial, dan mitos yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya adalah kalimat “anak pancingan” agar pasangan bisa memiliki anak biologis. “Istilah “pancingan” ini juga semakin memperkuat stigma negatif masyarakat pada anak adopsi karena dianggap memiliki posisi subordinat”, tulisnya. 

    Dalam penelitianya, Winda Hardyanti juga menemukan bahwa ada berbagai pola komunikasi dalam keluarga adopsi, mulai dari pola komunikasi terbuka hingga yang lebih tertutup. Beberapa orang tua memilih menyembunyikan status anak adopsi untuk menghindari stigma, sementara yang lain lebih terbuka dalam menjelaskan identitas anak kepada lingkungan.

    Menurut Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinsos Jatim, mengungkapkan bahwa pada tahun 2022 terjadi peningkatan jumlah pengajuan adopsi anak, “sebanyak 263 berkas, terbanyak berasal dari Surabaya dan Kediri” ujarnya. Data yang diambil berdasarkan pengajuan berkas adopsi dengan proses legal, sedangkan di Indonesia masih banyak fenomena adopsi bawah tangan atau tidak melalui prosedur perizinan secara legal melalui Dinas Sosial. 

    Selain itu,Winda Hardiyanti juga mengulas terkait pola komunikasi dalam keluarga yang bisa berpengaruh dalam proses adaptasi anak adopsi. Membangun pola komunikasi keluarga untuk membentuk adopsi anak yang harmoni. Tidak hanya perlu menguatkan orientasi percakapan dan orientasi konformitas saja namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para adoptive parent. “Dukungan merupakan konsep baru yang perlu ditambahkan sebagai bagian penting untuk mewujudkan adopsi anak yang berketahanan komunikatif” ujarnya. 

    Winda Hardyanti berharap buku “Dari Ketidakpastian Menuju Harmoni” bisa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi pasangan yang sedang atau akan menempuh proses adopsi, tetapi juga bagi para profesional yang berkecimpung dalam bidang sosial, psikologi, hukum dan referensi bagi si yang bermanfaat bagi siapa saja yang peduli pada isu-isu seputar adopsi dan pentingnya komunikasi dalam membangun hubungan keluarga yang harmonis. “Mencintai bukan soal hubungan darah, tetapi tentang hati yang saling menerima”, tutupnya. (mzl)

×