Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang melaksanakan Seminar dan diskusi akhir tahun yang merupakan rangkaian dari student day gen 24. Seminar dan diskusi kali ini mengusung tema “Masa depan moralitas politik Indonesia: Dialektika Dramaturgi Politik Praktis Kekinian”. Seminar ini dihadiri oleh tiga pembicara antara lain Ahmad Warits, S.IP selaku Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Alumni Ilmu Pemerintahan tahun 1994. Dr. Saiman, M.Si selaku Dosen Ilmu Pemerintahan UMM, senior dari Ilmu Pemerintahan, Kaprodi pertama Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMM. Dan pembicara terakhir adalah Zen Amirudin, M.Med.Kom sebagai Dosen Ilmu Komunikasi UMM yang fokus kepakarannya di Komunikasi Politik. Para pembicara ini pada seminar dan diskusi ini akan menyampaikan pandangan-pandangannya terkait “Masa depan moralitas politik Indonesia: Dialektika Dramaturgi Politik Praktis Kekinian”.
Prof. Dr. Muslimin Machmud, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMM yang menyoroti dugaan-dugaan yang terjadi pada rangkaian kegiatan Pemilu. “Kita beranggapan bahwa siapapun pemimpinnya tidak besar berpengaruh terhadap ekonomi keluarga karena tidak melihat adanya korelasi” ujarnya. Ia juga menambahkan bahaya permainan uang oleh pengusaha-pengusaha industri besar yang terjun di dunia politik untuk kebaikan usahannya karena hal ini dapat berbahaya bagi moralitas kedepannya.
Hal ini juga dijelaskan oleh Ahmad Warits, S.IP yang merupakan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur menyampaikan terkait masa depan moralitas politik Indonesia. Ahmad Warits memaparkan ada tiga isu krusial politik kekinian di Pemilu 2024. “Aturan main yang cepat berubah saat tahapan telah berjalan, money politic yang semakin brutal dan celakanya partisipasi politik rendah dan Bawaslu tidak mampu menjangkau perilaku money politic, dan netralitas Kepala Desa/ASN/TNI/Polri”, jelasnya.
Ahmad Warits, S.IP menyoroti terdapat setidaknya 130 kasus politik uang di Indonesia yang bersumber dari temuan dan laporan. Menurut Ahmad Warits, S.IP, Money Politic bagian dari perdagangan akal sehat dan Money Politic itu sangat berbahaya ketika para calon terpilih terdiri dari orang- orang tidak memiliki kapasitas tetapi dipilih karena adanya money politic. “Money Politic itu sangat berbahaya ketika para calon terpilih terdiri dari orang- orang tidak memiliki kapasitas tetapi dipilih karena adanya money politic. Hal ini akan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan negara terutama kebijakan anggaran tingkat kabupaten/kota”, ungkapnya.
Pada akhir perbincangan, Ahmad Warits, S.IP menambahkan bahwa berdasarkan isu krusial dalam penyelenggaraan Pemilu maupun Pemilihan Tahun 2024, maka masih banyak politisi yang menerapkan prinsip-prinsip moral.Hal ini terbukti dengan mudah berubahnya regulasi/aturan main saat tahapan sedang berjalan, semakin “brutalnya” politik uang dan berbagai macam pelanggaran netralitas Kepala Desa, Perangkat Desa, ASN, TNI maupun Polri. Dan moralitas politik Indonesia kedepan akan semakin membaik jika para politis mengedepankan prinsip berpolitik dan menyadari bahwa masalah netralitas, politik uang dan menghalalkan segala cara untuk berkepentingan politik sesaat bertentangan dengan moral dan regulasi.
Selaras dengan yang disampaikan oleh Ahmad Warits, S.IP, Zen Amirudin, M.Med.Kom selaku Dosen Ilmu Komunikasi yang memiliki fokus kepakarannya pada Komunikasi Politik. Zen Amirudin, M.Med.Kom menyoroti terkait dilektika dramaturgi politik di Indonesia. Dramaturgi adalah teori yang diperkenalkan oleh Erving Goffman dalam sosiologi, yang mengibaratkan kehidupan sosial sebagai sebuah pertunjukan teater ada front stage ada backstage. Dalam dunia politik, ini berarti bahwa aktor politik (seperti politisi, partai, kelompok masyarakat) memainkan peran tertentu yang terlihat oleh publik.
Zen Amirudin, M.Med.Kom menjelaskan bahwa moralitas dan dramaturgi dalam politik dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu pencitraan, manipulasi opini publik, dan komersialisasi politik. Pencitraan mengacu pada upaya untuk menampilkan citra tertentu yang dapat mengaburkan nilai-nilai moral yang seharusnya menjadi landasan dalam pengambilan keputusan politik. Manipulasi opini publik seringkali berujung pada polarisasi dan perpecahan di masyarakat, sedangkan komersialisasi politik menjadikan popularitas dan elektabilitas sebagai komoditas yang diperdagangkan, mengorbankan nilai-nilai moral demi keuntungan politik. “Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan pendidikan karakter, reformasi birokrasi, penguatan pengawasan masyarakat, penguatan partai politik, serta peran media massa yang lebih kuat”, tutupnya.
Hal ini juga dipertegas oleh Dr. Saiman, M.Si, dosen Ilmu Pemerintahan UMM yang menyampaikan masalah politik yang semakin tidak berkurang di Indonesia mulai dari korupsi pejabat publik, dinasti politik, money politik, intervensi oligarki, politik transaksional, pemilu biaya tinggi, lemahnya integritas pemimpin, dan lemahnya pengawasan (legislatif + masyarakat). Hal ini menjadi keresahan di masyarakat. “Korupsi adalah salah satu keresahan di masyarakat, yang seharusnya uang negara bisa untuk kemakmuran,untuk beasiswa para mahasiswa baik dari pemerintah atau daerah, tetapi kenyataanya belum semua bisa dinikmati”, ujarnya.
Dr. Saiman, M.Si, juga menjelaskan pentingnya untuk menegakkan hukum di kalangan mahasiswa, harus peduli terhadap perkembangan politik dengan minimal membaca. Belajar politik dan memahami politik merupakan salah satu cara agar setiap langkah yang diambil tidak melanggar aturan politik. Dr. Saiman, M.Si, menambahkan harapannya mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMM harus mengetahui tentang politik, agar nantinya dari FISIP dapat muncul aktor-aktor politik. Kegiatan ini dilaksanakan pada 28 Desember 2024 di Aula BAU. (mzl/fra)