Sabtu, 19 Februari 2022 19:55 WIB    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

     Literasi digital menjadi salah satu isu popular seiring dengan semakin majunya transformasi digital. Teknologi informasi kini tak lagi jadi sekedar alat, namun teknologi juga turut andil dalam pergeseran realitas social di masyarakat. Untuk mendiskusikan isu ini, FISIP UMM menggelar webinar bertajuk ‘Digital Literation Through Film and Social Media’ yang merupakan rangkaian acara dari agenda Student Day FISIP 2022 (19/2). Webinar ini menghadirkan Novin Farid Setyo Wibowo, M.Si, pakar film UMM dan Moch. Fuad Nasvian, seorang social media enthusiast. Keduanya merupakan dosen Ilmu Komunikasi FISIP UMM. Webinar ini mendiskusikan bagaimana film dan social media di era modern telah bertranformasi dari sebuah entitas hiburan dan media komunikasi massa, menjadi sebuah realita yang merepresentasikan kehidupan sosial masyarakat.

Novin Farid Setyo Wibowo, pakar film UMM dalam webinar Student Day (foto:ist)

     Tak bisa dipungkiri, serial web TV Series Layangan Putus berhasil memporak-porandakan jagat realita masyarakat Indonesia. Aksi dramatisasi yang dikemas dalam sebuah tayangan audio visual, berhasil mengkonstruksi realita di masyarakat tentang isu true story domestic yang di angkat ke ranah public. “Ini menjadi sebuah bukti bahwa film atau tayangan audio visual dalam kapasitasnya tak hanya sekedar mampu mempengaruhi sikap tapi juga mengubah pola pikir masyarakat. Dimana-mana it’s my dream not hers menjadi booming. Jadi jika menonton atau membuat film, jangan hanya berpikir kamera pakai apa, edit pakai apa. Karena film  sejatinya adalah salah satu media yang memiliki kuasa untuk mengkonstruksi realita di masyarakat,” tutur Novin.

     Menurutnya, film dapat bersifat merepresentasikan maupun merefleksikan kehidupan sosial. Di samping itu, pesan yang disampaikan dalam film mampu mempengaruhi perilaku seseorang yang pada akhirnya akan menciptakan realitas baru. “Film merupakan realitas lain dari realitas yang sesungguhnya. Menariknya dalam teori kultivasi disebutkan bahwa manusia yang selalu menonton tayangan tertentu dengan waktu yang lama maka akan memiliki sebuah pemahaman bahwa dunia di sekelilingnya seperti yang ditayangkan di televisi atau tontonan yang dilihat tersebut ,” tutur Novin.

    Novin juga menyampaikan bahwa film juga dapat berfungsi sebagai media propaganda dan penyebaran ideologi. Dengan fungsinya yang semakin berkembang ini, selain memberikan dampak kognitif dan afektif, film juga berdampak secara konatif yang merujuk pada perilaku nyata, atau memberikan perubahan sikap terhadap penontonnya. “Film itu tidak hanya sebagai medium, tapi film ini punya peran yang luar biasa karena efeknya yang kemungkinan besar bisa merubah nilai-nilai tatanan yang ada di dunia,” tutup Novin.

    Di ranah social media, tranformasi digital yang makin canggih juga memberikan pengaruh pada generasi penikmatnya. Fuad Nasvian, mengulas bagaimana masyarakat, khususnya Generasi Z atau zilenial menghadapi era liberasi digital melalui social media.

M Fuad Nasvian, M.Ikom (kanan), saat memaparkan fenomena sosmed, dimoderatori oleh Awan Setiawan (foto: ist)

     Ia menyebut di revolusi industri ketika masyarakat belum memiliki akses yang baik terhadap pendidikan, dan sebaliknya justru berkerja seolah mesin di dalam suatu pusat industri. “Sehingga, di masa itu, orang tidak terpikir untuk belajar, untuk apa belajar. Yang penting kita punya skill untuk bekerja,” tutur Fuad.

    Kehadiran revolusi industri 4.0 dan perkembangan teknologi mengubah kondisi tersebut. Generasi zaman now punya akses untuk belajar apapun hanya melalui gawai yang dimiliki. Namun ia mengingatkan, kemajuan tersebut juga tidak selalu berarti baik bagi masyarakat. Terdapat banyak juga hal-hal negatif yang sama mudahnya bisa kita akses dengan gawai tersebut. “Kita berkarya dan menghasilkan karya yang besar, atau pada akhirnya kita yang dihancurkan oleh teknologi. Pilihan itu ada di tangan kita sendiri,” tegas Fuad. (ind/wnd)

×