Kamis, 28 Januari 2021 16:37 WIB Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Republik Kolombia merangkap Antigua, Barbuda serta Saint Christoper dan Nevis, Drs. Priyo Iswanto, M.H, hari ini memberikan kuliah tamu pada Prodi Hubungan Internasional FISIP UMM. Kuliah tamu bertema “Tantangan dan Peluang Diplomasi Indonesia di Kawasan Amerika Latin” mengulas tuntas tentang bagaimana peluang dan tantangan Indonesia di kawasan Amerika Latin. Priyo menyebut, meski memiliki sejumlah tantangan yang menarik, Indonesia juga punya potensi besar di Kolombia. Ia juga menyebut bahwa alumni FISIP memiliki potensi untuk menjawab tantangan dan peluang tersebut.
Duta Besar LBPP RI untuk Kolombia, Drs. Priyo Iswanto, M.H saat memberikan kuliah tamu di FISIP UMM
Menurut duta besar, pada dasarnya setiap negara memiliki kepentingan nasional masing-masing ketika berbicara dalam konteks hubungan antar negara. “Penekanan hubungan luar negeri adalah perekonomian, untuk mensejahterakan rakyat. Hubungan politik yang bagus, tidak ada buahnya jika tidak berujung pada perdagangan. Jadi sebenarnya dubes itu salesman komoditi. Dan komoditi Indonesia cukup kompetitif di Kolombia,”jelasnya. Meskipun demikian, ia mengakui, ada sejumlah tantangan yang harus diatasi. Salah satu tantangan terbesar adalah faktor jarak. Jarak memiliki konsekuensi pada lama pengiriman barang, waktu dan biaya. “Orang yang ingin melakukan transaksi dagang, pasti memilih yang jaraknya lebih dekat dan biaya lebih murah. Misal antara Indonesia dan Vietnam, cenderung akan memilh Vietnam yang lebih dekat dan bisa lebih cepat,”imbuhnya. Perlu diketahui, distribusi komoditi dari Indonesia ke Kolombia, bisa memakan waktu hingga lima hari termasuk waktu transit.
Hasil tangkapan layar kuliah tamu yang bisa disimak melalui channel Youtube UMM
Untuk mengantisipasi permasalahan jarak yang berimplikasi pada biaya, Priyo mengungkapkan ada sejumlah hal yang bisa dilakukan untuk menaikkan daya kompetitif. Misal dengan tarif bea masuk yang rendah atau di nolkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara melakukaan free trade agreement sehingga dengan strategi ini tarif bisa berkurang dan harga barang lebih terjangkau. Saat ini dengan Chille sudah berhasil, dengan Kolombia dan Peru sedang dimulai. Saat ini yang perlu didorong adalah free trade agreement dengan Meksiko. Tantangan lainnya adalah faktor bahasa. Menurut Priyo, masih sedikit masyarakat Indonesia yang menguasai Bahasa Spanyol, padahal di Kolombia bahasa yang dikuasai adalah bahasa Spanyol, masih jarang yang bisa berbahasa asing sehingga hal ini harus dijembatani.
Duta besar juga sempat menyinggung tentang kontribusi perguruan tinggi terhadap potensi yang dimiliki Indonesia ini. Perkembangan organisasi kawasan di Amerika Latin saat ini tengah menjadi perhatian sehingga perlu kontribusi dari perguruan tinggi untuk meningkatkan people to people context. “Lulusan FISIP itu jika menguasai komunikasi dengan baik, pasti sukses. Khususnya dalam hal branding produk. Branding itu penting, harus bisa membawa nama baik Indonesia dimana pun. Saat ini image Indonesia di negara kawasan Amerika Latin sedang bagus. Secara politis negara kita damai, secara ekonomi sedang tumbuh, Indonesia diapresiasi sebagai negara di kalangan G 20 yang perkembangan ekonominya relatif baik,”ungkap duta besar yang diambil sumpah jabatannya sebagai dubes oleh Presiden Jokowi pada Maret 2017 lalu ini. Ia juga terbuka pada masukan dan kreativitas dari institusi pendidikan terkait hal apa saja yang bisa dikontribusikan untuk mengembangkan soft diplomacy dengan negara-negara kawasan di Amerika Latin. (wnd)