Rabu, 23 Juni 2021 15:56 WIB    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

     Perkembangan politik Islam di Indonesia mengalami fluktuasi sejak era orde baru hingga era reformasi saat ini. Politik Islam di Indonesia acapkali dijadikan alat politik semata saat pemilu. Tak hanya itu, politik Islam di Indonesia juga cenderung mengarah pada politik identitas. Doktor bidang politik FISIP UMM, Gonda Yumitro, MA, Ph.D, memaparkan hasil temuan risetnya ini dalam orasi ilmiah Yudisium FISIP Periode II/2021 pada Rabu (23/6). Doktor lulusan International Islamic University Malaysia ini memaparkan temuan terbaru dari disertasinya secara virtual di depan 136 calon wisudawan FISIP yang dikukuhkan pada hari ini.

Gonda Yumitro, M.A, Ph.D, menyampaikan orasi ilmiah secara virtual pada Yudisium FISIP Periode II/2021 pada Rabu (23/6).

     Menurut Gonda, Islam sebenarnya memiliki posisi yang sangat strategis karena mempunyai sejarah panjang dalam politik Indonesia, dan muslim merupakan penduduk mayoritas Indonesia. Hanya saja, Islam sering dijadikan sebagai alat politik. Ketika membutuhkan dukungan politik, para tokoh sering menggunakan identitas Islam sebagai alat untuk mencari dukungan. Namun uniknya, di era reformasi, meski budaya Islam berkembang, partai-partai Islam justru  tidak memenangkan pemilu, “Dari hasil penelitian, saya melihat bahwa partai Islam belum berhasil menawarkan solusi  alternatif dengan perspektif Islam dalam penyelesaian berbagai persoalan kebangsaan, seperti isu korupsi, kemiskinan, dan pengangguran. Posisinya di orde baru mengalami penurunan luar biasa. Ketika era reformasi datang, dukungan pada politik Islam mulai bermunculan,”ungkap Gonda.  Bentuk dukungan yang muncul seperti halnya mulai tumbuhnya institusi syariah, dan tumbuhnya kelompok-kelompok budaya Islam.

    Di era reformasi, dukungan pada politik Islam lebih tinggi daripada tantangannya.  Gonda menyebutkan  ada beberapa aspek legal formal, aspek politik, dan sejumlah aspek lain yang mempengaruhi naik turunnya politik Islam di Indonesia. Berdasarkan hasil risetnya, pada masa orde baru, dukungan pada politik Islam lebih fokus pada bidang birokrasi dan ekonomi. “Pada era reformasi dukungan menguat pada unsur legal formal, dan legalisasi politik islam. Tantangan sebelum reformasi sangat tinggi, namun dukungan rendah. Sedangkan pada era reformasi, dukungan pada politik Islam secara umum mengalami kenaikan, sedang tantangan rendah. Dukungan paling tinggi terhadap politik Islam terjadi pada zaman Habibie, tapi dukungan pada politik Islam pelan-pelan mengalami penurunan  hingga sekarang,”ungkap dosen Prodi Hubungan Internasional tersebut.

    Gonda menyebut faktor yang mempengaruhi penurunan diantaranya adalah konflik serta rendahnya pemahaman terhadap politik Islam. “Partai dianggap Islami jika ada salam atau membuka dengan basmallah, padahal secara substansialnya tidak ada. Disertasi saya menyimpulkan bahwa politik Islam di Indonesia bisa dikatakan mengalami kegagalan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut,”ujar Gonda. Ia menyebut, ketiadaan blue print dan fenomena politik identitas menjadi sebab kegagalan tersebut. Kegagalan politik Islam di Indonesia menyebabkan politik Islam mengalami pergeseran. “Ada kecenderungan upaya Islamisasi Indonesia tetapi di luar jalur politik,  melalui berbagai penguatan kemasyarakatan pada bidang sosial, pendidikan, budaya, dan penguasaan media sosial,”tambahnya.

Lulusan terbaik kedua dan ketiga berfoto bersama dekanat usai menerima penghargaan secara langsung (foto:wnd)

     Yudisium FISIP periode II /2021 kali ini masih dilaksanakan secara daring karena kondisi pandemi yang belum berakhir. Pada periode kali ini, prodi Sosiologi memborong tiga predikat lulusan tingkat fakultas. Terbaik pertama diperoleh oleh Rizky Mutiara Yanti, terbaik kedua Zulfa Indah Permata dan terbaik ketiga Marina Alfi Nurmala.  Dekan FISIP UMM Dr.Rinikso Kartono, M.Si  dalam sambutannya mengungkapkan kebanggaan dan ucapan terimakasih atas kepercayaan orang tua mahasiswa kepada FISIP UMM untuk mendidik putra-putri tercinta hingga usai pendidikannya. Ia juga berpesan agar seluruh civitas akademika tetap mawas diri di masa pandemi. (wnd)

×