Minggu, 28 November 2021 08:51 WIB Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Rokok masih menjadi ancaman bagi negeri ini. Khususnya bagi perokok usia anak. Sudah jamak diketahui bahwa anak yang merokok memiliki resiko mengalami gangguan kesehatan di hampir seluruh organ tubuh. Mulai dari resiko kanker paru, kerusakan gigi, pneumonia hingga penurunan kesehatan tulang dan otot. Ironisnya, data Atlas Tembakau Indonesia tahun 2020 menyebutkan bahwa dari tahun ke tahun angka perokok usia anak mengalami peningkatan. Di tahun 2018, perokok anak usia 10-19 tahun mencapai angka 9.1% dari keseluruhan perokok di Indonesia atau sebanyak 7.6 juta. Dari rentang tahun 2013 hingga ke 2018, anak usia 10-19 tahun yang merokok jumlahnya meningkat 2.1%. Data ini diproyeksikan pada tahun 2045 akan mengalami kenaikan semakin membesar. Bahkan bisa mencapai angka lebih dari delapan juta.
Pakar komunikasi FISIP UMM, Dr. Frida Kusumastuti, M.Si saat menjadi salah satu pembicara pada Virtual Talkshow MTCN Sabtu lalu
Dr. Frida Kusumastuti, M.Si dosen Ilmu Komunikasi FISIP UMM saat menjadi pembicara di Virtual Talkshow Muhammadiyah Tobacco Control Network, Sabtu (27/11) lalu mengatakan bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia di tahun 2045, akan sia-sia jika jumlah perokok anak tidak dikendalikan. Dari data Atlas Tembakau Indonesia itu bisa terlihat bahwa lima dari anak Indonesia, dua diantaranya merokok. “Jika dianalogikan, sebanyak 7,6 juta anak itu jika dikumpulkan di Dome yang berkapasitas 6000 orang, membutuhkan 1266 Dome UMM. Bayangkan betapa besar jumlah tersebut. Jumlah ini bisa terus naik jika tidak ada upaya penanganan atau penanganannya masih seperti saat ini,”ungkapnya.
Frida menyoroti terpaan iklan rokok yang memapar anak-anak menjadi pemicu anak-anak tertarik untuk merokok di usia dini, selain juga ada faktor-faktor lainnya. Ia menyebutkan pengaruh iklan pada anak-anak dari hasil survey Global Youth Tobacco tahun 2019, menunjukkan bahwa 62,5% penyebab anak merokok disebabkan karena terpapar iklan televisi, 60,9% disebabkan karena terpapar iklan media luar ruang dan 30% lebih terpapar iklan di medsos. Faktor lainnya karena ada anggota keluarga yang merokok, melihat orang merokok di ruang publik, adanya display rokok di toko, dan lain sebagainya.
Terpaan iklan menjadi penyebab anak merokok
Iklan dan promosi rokok itu tidak hanya di media massa. Namun juga di media-media iklan luar ruang seperti baliho, flyer, neon box, balon udara, dinding-dinding area publik, maupun billboard. “Tak hanya media iklan luar ruang, karena anak-anak juga mengkonsumsi media digital setiap hari, kita juga mesti waspada dengan konten-konten digital. Disana bertebaran iklan maupun promosi rokok dan vape. Saya malah menemukan akun sosial media yang terang-terangan isinya adalah khusus aksi anak-anak merokok,”jelas Frida. Hal ini tentu menjadi PR besar bagi bangsa karena anak-anak inilah yang nantinya akan menjadi pemimpin umat. Frida mengatakan perlu segera ada regulasi, semacam undang-undang atau peraturan daerah yang mengatur pembatasan iklan dan promosi rokok pada media yang populer di kalangan anak-anak. Agar Indonesia di 2045 benar-benar menikmati bonus demografi dengan kondisi sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas. (wnd)