Rabu, 21 Desember 2022 08:35 WIB    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

      Populisme merupakan konsep yang disematkan pada gerakan Islam di Indonesia belakangan ini mengiringi beberapa rangkaian politik elektoral baik di level lokal maupun nasional. Ihwal penyematan ini dilatarbelakangi oleh penggunaan identitas keagamaan yang mengesankan gerakan yang dirancang oleh beberapa elite dari kalangan Islam merupakan gerakan eksklusif. Gerakan ini untuk sementara waktu membuahkan hasil yang ditunjukkan dengan kemenangan salah satu pasangan dalam Pilkada di DKI Jakarta pada 2017.

Prof. Syamsul Arifin, M.Si saat menyampaikan Keynote Speech di Diskusi Akhir Tahun FISIP UMM. (foto/Udin).

      Benang merah tersebut disampaikan secara ringkas dan jelas oleh Prof. Syamsul Arifin, M.Si selaku Pakar politik Islam UMM yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor 1 UMM Malang dalam Diskusi Akhir Tahun FISIP UMM. Bertindak sebagai keynote speech dalam kegiatan yang bertemakan “Politik Identitas Dalam Pemilu 2024: Tantangan Masa Depan Demokrasi Indonesia” Syamsul meletakkan populisme sebagai suatu gerakan yang seharusnya memberi manfaat positif terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia mengingat pandangan Muslim mainstream menerima demokrasi baik sebagai suatu fakta sejarah maupun karena dari sisi teologis, islam dan demokrasi tidak perlu diletakkan dalam posisi yang saling berhadapan.

       Lebih lanjut Syamsul mengungkapkan bahwa sukses dalam politik elektoral, gerakan populisme Islam terus dirawat yang nantinya menjadi suatu strategi permanen dalam kontestasi politik elektoral di tingkat nasional. Populisme Islam bagi sebagian kalangan dikhawatirkan dapat menghalangi perkembangan demokrasi di Indonesia yang sejatinya masih dalam proses transisi menuju konsolidasi demokrasi. Salah satu ancaman populisme islam melalui kehadiran politik identitas. Berkaca dari kasus Pilkada DKI Jakarta dan Pilpres 2019 menunjukan bahwa populisme berwajah politik identitas begitu terasa dengan kuat sebagai strategi politik memobilisasi suara. Dampaknya pembilahan sosial dimasyarakat begitu terasa sehingga mengakibatkan runtuhnya kohesi sosial di Indonesia.

     Syamsul menambahkan bahwa agar populisme islam memberikan manfaat bukan justru menghasilkan politik identitas yang justru mengakibatkan polarisasi yang dalam ditengah masyarakat diperlukan reorientasi. “diskursus populis yang diusung oleh elite harus terarah dalam upaya memberikan kesadaran kepada publik bahwa agenda-agenda utama reformasi seperti penegakan hukum, hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, pemberdayaan ekonomi rakyat. Sejauh ini diskursus populis beserta aksi turunanya masih terperangkap pada isu-isu primordialistik yang acapkali muncul dalam kontestasi politik elektoral. Jika masih terperangkap dengan isu-isu demikian, maka wajar jikamuncul kekhawatiran populisme Islam akan menjadi ancaman bagi demokrasi, “tutup Syamsul.(*/its)

×