Minggu, 10 Maret 2024 22:42 WIB    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Malang, 11 Maret 2024 – Dalam pandangan yang menggugah, Pakar Sosiologi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Abdus Salam, S.Sos,M.Si membawa sorotan kepada dimensi puasa tidak hanya dari sudut pandang spiritual, tetapi juga dari perspektif sosiologis.

    Puasa, sebagai praktik ibadah yang dijalankan umat Muslim selama bulan Ramadan, telah menjadi aspek sentral dalam kehidupan sosial dan agama di berbagai belahan dunia. Namun, menurut Abdus Salam, melihat puasa hanya dari sudut pandang agama saja dapat mengaburkan pemahaman akan implikasi sosialnya.

    “Dalam kacamata sosiologis, puasa tidak hanya menjadi ibadah individual, tetapi juga sebuah praktik sosial yang membentuk dan memengaruhi struktur sosial masyarakat,” ungkap Salam.

    Salah satu dimensi yang ditekankan Abdus Salam adalah solidaritas sosial yang diperkuat oleh praktik puasa. Menurutnya, ketika seorang individu menahan diri dari makan dan minum, mereka secara tidak langsung menjadi lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain yang kurang beruntung.

    “Puasa menciptakan kesadaran kolektif akan kesenjangan sosial dan kebutuhan orang lain. Ini bisa menjadi pemicu bagi tindakan solidaritas dan kepedulian yang lebih besar dalam masyarakat,” jelasnya.

Abdus Salam, S.Sos, M.Si ( Foto: UMM)

    Selain itu, Abdus Salam juga menggarisbawahi peran puasa dalam membentuk jaringan sosial yang kuat. “Puasa memberi peluang bagi orang-orang untuk berkumpul dalam berbagai kegiatan keagamaan seperti tarawih dan berbuka bersama. Ini memperkuat ikatan sosial dan memperluas jaringan komunitas,” tambahnya.

   Namun, pria kelahiran madura yang punya pengalaman panjang di dunia pemberdayaan masyarakat juga menekankan pentingnya tidak mengabaikan aspek keseimbangan sosial dalam praktik puasa. “Ada risiko bahwa puasa dapat meningkatkan kesenjangan sosial jika tidak dikelola dengan baik. Misalnya, tekanan ekonomi bagi mereka yang kurang mampu untuk menyediakan hidangan berbuka puasa yang layak,” paparnya.

   Sebagai penutup, Abdus Salam menegaskan perlunya pendekatan yang holistik dalam memahami puasa, yang tidak hanya mempertimbangkan dimensi spiritual, tetapi juga implikasinya dalam konteks sosial masyarakat. Dengan demikian, pemahaman akan praktik puasa dapat lebih komprehensif dan relevan dengan tantangan sosial yang dihadapi oleh masyarakat modern saat ini.

×