Kamis, 11 Juni 2020 13:07 WIB    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

                 Namanya Chano Paramita. Dulu, mahasiswi FISIP Prodi Ilmu Komunikasi ini pernah lima kali gagal dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru di beberapa kampus. Bukan, bukan karena ia tak pintar. Semasa duduk di SMAN 1 Purwosari, gadis cantik kelahiran Pasuruan ini seringkali mendapat gelar juara paralel di kelasnya. Beberapa gurunya pun kaget mengapa anak pertama dari dua bersaudara ini selalu gagal tes masuk kampus. “Saya menduga saat itu mungkin terlalu ambisius, sehingga saya stress dan itu menjadi penyebab kegagalan saya. Buktinya ketika saya mengikuti seleksi penerimaan maba di FISIP UMM saya lolos karena tidak terbebani,”ungkap Chano. Chano juga mengaku, karena merasa terbebani dan terlalu ambisius ini, ia juga ‘tidak beruntung’ ketika ujian nasional, nilainya jeblok.

               Namun, menjadi mahasiswa UMM berhasil membuat pola pikirnya berkembang luas. Ia merasa potensinya bisa semakin berkembang di kampus putih ini. Menurutnya, yang paling penting, dimana pun ia belajar, berhasil tidaknya seseorang dalam belajar tergantung pada kesungguhan dan kerja keras. Ia bersyukur pola didik orang tua yang tak pernah mematok prestasi berdasar angka, membuatnya lebih leluasa berkreasi. Siapa sangka jika perjuangan menjadi mahasiswa “tak biasa” di UMM diganjar dengan prestasi sebagai juara 1 Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) tingkat universitas, mengalahkan sejumlah delegasi dari fakultas lain, termasuk sahabatnya sendiri yang menduduki peringkat terbaik kedua.

Chano Paramita, peraih juara 1 Mawapres UMM 2020 (foto: dok.pribadi)

       Meraih gelar sebagai peringkat pertama mahasiswa berprestasi tingkat Universitas Muhammadiyah Malang, tak pernah terbayangkan dalam benak Chano. Jangankan menjadi juara, dicalonkan sebagai kandidat tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Tetapi, terpilih dalam seleksi Mawapres tentu bukanlah proses instan, sim salabim sekali jadi.  Penilaian dalam seleksi mawapres meliputi penilaian tiga aspek, kemampuan bahasa asing, prestasi dan kemampuan karya ilmiah. “Sebenarnya seleksi ini cukup berat bagi saya karena bersamaan dengan beberapa amanah saya sebagai kadiv diskusi dan prestasi di UKM FDI dan kesibukan praktikum di prodi. Namun teman-teman di UKM FDI meyakinkan saya,”ungkapnya.

Tak hanya sering ikut lomba menulis, Chano juga didapuk menjadi juri beberapa lomba debat dan LKTI di kalangan mahasiswa

       Dalam seleksi Mawapres yang diadakan secara daring pada 5 Juni 2020 lalu, Chano dimintamempresentasikan karyanya dalam bahasa asing. Salah satu nilai plus dalam presentasinya, menurut salah satu juri, Rahmawati Khadijah Maro, M.PEd, terletak dalam kemampuan menyampaikan social project yang ia miliki. Selain itu prestasi yang dimiliki Chano memang paling unggul jika dibandingkan kandidat lain. Total ada 11 penghargaan tingkat nasional yang ia kantongi selama tiga tahun menjadi mahasiswi FISIP UMM. Terbaru, ia berhasil meraih penghargaan juara 1 Content Campaign dan Competition yang diadakan oleh UK Petra. Chano juga tercatat memiliki tiga social project. Salah satu social project yang ia presentasikan di hadapan penyeleksi Mawapres Universitas adalah social project “RAMU REMPAH”. Ramu Rempah adalah platform pemberdayaan untuk masyarakat agar terus menanam dan mempromosikan tanaman rempah dan tidak menjualnya ke tengkulak. “Sebab jika dijual ke tengkulak, masyarakat yang rugi. Akhirnya saya dan tim mencoba mengelola simplisia rempah ini menjadi minuman yang ready to drink dan kami bantu promosinya. Saya menerapkan ilmu integrated marketing communication yang saya pelajari di Prodi Ilmu Komunikasi. Saat ini produk Ramu Rempah masih dalam uji coba laboratorium,”jelas Chano.

               Kesukaannya belajar banyak hal memang membuat Chano lebih adaptif dalam belajar. Meski kuliahnya di bidang Ilmu Komunikasi, namun ia tetap membuka diri untuk belajar bidang lain. Prinsip didikan orang tuanya memang mempengaruhi pola belajarnya. Ayahnya yang seorang petani kopi dan ibunya yang seorang guru TK memang menerapkan prinsip sedikit berbeda. “Ortu saya selalu berpesan bahwa saya disekolahkan itu bukan sekedar untuk bekerja dapat uang banyak dan hal-hal pragmatis lainnya, namun saya belajar itu agar berkah dan bermanfaat untuk banyak orang. Ini yang selalu menjadi pedoman saya,”imbuhnya. Harapan kedepannya, Chano ingin bisa menembus publikasi jurnal internasional dan menulis artikel di media massa. Ketika ditanya apakah ia akan mengkonversikan prestasi nasional dalam bidang kepenulisan sebagai TA Karya, Chano mengaku ingin membuat dua-duanya. Di prodinya, Ilmu Komunikasi, mahasiswa berprestasi nasional memang bisa mengkonversikan prestasinya ke jalur Tugas Akhir (TA) Karya sebagai syarat kelulusan setara skripsi. “Saya ingin TA Karya sekaligus membuat skripsi, biar bisa merasakan semua. Karena S1 itu menurut saya fundamental,”tuturnya. Wah, semangatnya luar biasa. Go ahead, Chano! (wnd)

×