Rabu, 05 Februari 2020 11:12 WIB Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dalam rangka meningkatkan kesiapan prodi dan fakultas, FISIP UMM mengadakan workshop persiapan akreditasi program studi 4.0. Asesor BAN-PT yang juga Kepala BPM UMY, Dr.Suranto, M.Pol menjadi pemateri untuk workshop ini. Workshop diikuti oleh seluruh dosen FISIP di Aula GKB 4 lantai 4 pada 4 Februari 2020. Workshop diadakan selama sehari, dari pagi hingga sore hari.
(ki-ka): Wakil Rektor 1, Dekan FISIP, dan pemateri pada sesi workshop akreditasi prodi
Wakil Rektor 1 UMM, Prof. Dr Syamsul Arifin, M.Si mengatakan saat ini, seiring dengan kebijakan menteri baru, akreditasi 4.0 harus disiapkan dengan matang. Kebijakan Belajar Merdeka yang disampaikan oleh Menteri Nadiem Makariem menghasilkan sejumlah konsekuensi yang harus diantisipasi oleh UMM, tak terkecuali oleh FISIP UMM sebagai bagian dari kampus putih. Untuk menjawab tantangan atau konsekuensi kebijakan tersebut harus ada kolaborasi antara universitas dengan berbagai pihak di luar kampus untuk menciptakan prodi-prodi baru.
Melalui kebijakan ini, kesempatan bagi perguruan tinggi yang memiliki akreditasi A dan B untuk bekerja sama dengan organisasi dan/atau QS top 100 World Universities lebih terbuka. “Tantangannya makin berat, khususnya untuk kampus swasta. Dalam hal akreditasi, ini juga harus diantisipasi oleh karena itu kita harus mempersiapkan akreditasi 4.0 dengan lebih maksimal,”ungkap guru besar asli Madura ini.
Dekan FISIP UMM, Dr.Rinikso Kartono, M.Si juga mengatakan workshop ini penting untuk supporting prodi. “Semua dosen harus tahu bagaimana mengerjakan sembilan standard untuk akreditasi prodi karena akreditasi adalah tanggung jawab semuanya, bukan hanya tanggung jawab kaprodi dan sekprodi,” tutur Rinikso.
Pemateri Dr Suranto dalam pemaparannya menyampaikan apa saja tantangan yang akan dihadapi prodi pasca kebijakan kampus merdeka. Kampus merdea membuka peluang bagi prodi untuk membuat prodi baru, ini akan memberi dampak pada kampus kecil yang akan kehilangan jumlah mahasiswa. Selain itu ia juga menyebut perlu ada inovasi dalam proses rekrutmen mahasiswa dan peningkatan mutu internal sebab kebaijakan saat ini akan mempermudah PTN untuk leluasa mmengembangkan, merekrut, mengelola finansial sendiri. Selain itu bagi prodi S1 juga harus ada konversi 40 sks dengan kegiatan diluar kampus. “Kebijakan ini cukup menantang yang artinya kita harus menyiapkan mahasiswa untuk meningkatkan skill dan mengambil mata kuliah lintas prodi. Namun hal ini perlu diwaspadai karena dikhawatirkan dunia kampus hanya akan memproduksi kelas pekerja yang menghamba pd kelas kapitalis,” jelas Suranto. Dalam workshop tersebut, Dr.Suranto menyarankan agar kampus segera membuat kebijakan kurikulum lintas prodi dan meningkatkan kerjasama lembaga lain terkait prodi yang ada. (wnd)