Sabtu, 12 Februari 2022 23:00 WIB    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

     Pandemi menampilkan fakta positif yang menarik. Pandemi covid -19 ini membuat masyarakat berinovasi dalam menciptakan lapangan kerja baru. Hutri Agustino, M.Si, inisiator Pondok Sinau Lentera Nusantara, menyebut angka wirausaha di Indonesia naik dari angka 13 % pada Februari 2020, menjadi 25 % pada Oktober 2020. Dalam webinar Sociopreneur Series yang diadakan oleh FISIP UMM, Hutri dan Jamroji, M.Comms, inisiator Kampung Warna-Warni Jodipan mengupas tuntas peluang entrepreneur di bidang sosial. Kegiatan webinar ini merupakan bagian dari rangkaian Student Day FISIP UMM yang diikuti oleh mahasiswa FISIP Angkatan 2021.

Hutri Agustino, saat memaparkan sociopreneur business model secara virtual pada gelaran Student Day (12/2) (foto:humas)

    Dalam paparannya, Hutri mengatakan, kenaikan jumlah minat wirausaha ini tentu menjadi peluang tersendiri. Di sisi lain, munculnya aneka permasalahan sosial akibat pandemi, juga tak bisa dipungkiri. Bagi pegiat ilmu sosial, sociopreneur bisa menjadi solusi, tak hanya memberikan benefit dari sisi nominal namun juga menjadi bagian dari pemecahan isu sosial.

    Ditilik dari asal katanya sociopreneurship merupakan irisan dari social institution (nirlaba) dan corporate (profit oriented). “Sociopreneurship menjadi cara baru atau new way yang tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial namun juga keuntungan sosial. Sekaligus menjadi bagian dari pemecah permasalahan di tengah masyarakat,”ujar Hutri.

Hutri di depan Pondok Sinau, unit pemberdayaan masyarakat berbasis sociopreneur yang ia dirikan (foto: ist)

    Ada banyak jenis bentuk sociopreneur yang bisa dikembangkan. Mengacu dari pernyataan Wolfgang Grassi, Hutri menyebut ada sembilan jenis model bisnis sosial yang sangat memungkinkan dilakukan di masa sekarang. Ada jenis entrepreneur support model, market intermediary model, employment model, fee for service model dan beberapa jenis model bisnis sosial lainnya. “Di beberapa wilayah di Indonesia misalnya, sudah ada usaha namanya Kopi Tuli. Yaitu unit usaha yang melibatkan teman-teman tuli. Ini adalah bentuk socioentrepreneur yang tidak hanya sekedar mencari profit melalui usaha bisnis jualan kopi tapi juga memberikan lapangan pekerjaan untuk teman-teman tuli,”jelas Hutri.

   Di Indonesia, kopi tuli sudah berdiri di beberapa wilayah seperti di Depok (KopTul), Jember, Tulungagung, Makasar, Riau dan beberapa wilayah lain. Di Koptul, Depok, para pengunjung akan menerima nuansa berbeda dalam menikmati kopi. Pengunjung akan belajar dua hal sekaligus, yaitu bagaimana memperlakukan orang lain yang berkebutuhan khusus dengan setara sekaligus belajar bahasa isyarat. Hal itu juga sebagai salah satu alasan mengapa di kedai Koptul tidak disediakan wifi. Tujuannya, agar pengunjung dapat saling bercengkerama, baik dengan teman dengar, maupun teman tuli. Bahkan, pengunjung dapat berkomunikasi dengan para barista di Koptul.

   Membangun sociopreneurship, membutuhkan daya kritis yang tinggi. Kepekaan terhadap masalah sosial atau keluhan di masyarakat perlu dilatih sejak dini. Menariknya, menurut Jamroji, M.Comms, inisiator Kampung Warna-Warni Jodipan, sebuah bidang usaha pada dasarnya bisa dibangun berbasis pada keluhan. “Para pembuat aplikasi itu sebenarnya membuat lapangan usaha berbasis keluhan masyarakat. Misalnya saja, Gojek, banyaknya masyarakat yang mengeluh sulit mencari ojek pangkalan, harus repot dulu ke pangkalan untuk bisa memesan ojek, melahirkan aplikasi yang kemudian memudahkan customer seperti Gojek dan aplikasi lainnya. Nah keluhan-keluahan teman anda itu jika kita cerdas dan kritis bisa menjadi sumber ide untuk membangun sebuah unit usaha mandiri. Bahkan bisa menjadi solusi bagi permasalahan sosial melalui bentuk socioenterpreneurship,”tutur Jamroji.

Jamroji, M.Comms, menjelaskan tentang bagaimana membangun daya kritis sejak dini (foto: humas)

   Untuk itu, perlu sekali mengembangkan sikap kritis ini sejak dini. Sikap kritis ini merupakan sikap peka terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar kita, tak terkecuali peka terhadap keluhan. Dan sociopreneur merupakan upaya untuk mengkonversi permasalahan sosial menjadi sebuah peluang usaha. Menurut Jamroji, sociopreneur memungkinkan kita untuk membangun bisnis yang berangkat dari keluhan orang atau masyarakat.

  “Tujuannya tentu membantu masyarakat adalah yang utama, dan pendapatan adalah bonus yang kita peroleh. Ada dua modal penting yang harus dimiliki dalam membangun sociopreneur ini, yang pertama adalah kepekaan sosial dan yang kedua adalah kemampuan kritik sosial,”ungkapnya.

Jamroji di depan Kampung Warna-Warni Jodipan (foto: ist)

    Wakil Dekan III FISIP UMM,  M. Himawan Sutanto, M.Si, berharap kegiatan webinar sociopreneur series ini mampu memantik daya kritis mahasiswa, khususnya peserta Student Day, agar berani berinisiatif dalam membangun sebuah kemandirian. Pandemi yang menyebabkan banyak pergeseran di berbagai bidang bisa ditangkap sebagai sebuah peluang kritis bagi tumbuhnya jenis-jenis sociopreneur yang berkemajuan. (wnd)

×