Minggu, 22 Mei 2022 22:55 WIB    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

     Bahasa adalah identitas suatu bangsa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan bangsa lain. Setiap bangsa memiliki bahasa yang berbeda-beda dengan ciri khas dan asal-usul masing-masing. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Sejarah Bahasa Indonesia sangat erat kaitannya dengan Bahasa Melayu. Dari dulu bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar di Indonesia. Bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana sehingga mudah dipahami dan dipelajari. Suku-suku di Indonesia pun mengakui dan menerima Bahasa Melayu sebagai dasar bahasa Indonesia.

     Oleh karena itu Guru Besar Ilmu Komunikasi FISIP UMM, Prof. Dr. Muslimin Machmud, M.Si, optimis bahasa Melayu yang merupakan akar dari bahasa nasional Indonesia mampu menjadi bahasa resmi ASEAN sekaligus bahasa internasional.

Prof. Dr. Muslimin Machmud, M.Si (tiga dari kiri) sedang menyampaikan gagasannya pada Forum Dunia Melayu Dunia Islam (foto: ist)

    Gagasan tersebut ia sampaikan saat hadir sebagai salah satu panelis dalam Forum Dunia Melayu Dunia Islam yang diadakan di Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Kuala Lumpur, Malaysia pada 22 Mei 2022 kemarin. Forum ini merupakan bagian dari Simposium Pengantarabangsaan Bahasa Melayu yang diinisiasi oleh Perdana Menteri Malaysia dan menghadirkan lebih dari 70 tokoh intelektual dari berbagai negara yang terbagi dalam 15 sesi. Prof. Muslimin Machmud, M.Si menjadi salah satu pembicara yang menyampaikan ide dan gagasan pada topik Memuliakan Bahasa Melayu di Kawasan ASEAN. Duduk bersama dalam forum tersebut, sejumlah tokoh intelektual dari berbagai negara yakni dari Singapura, Thailand, dan Kamboja dan Malaysia.

    Menurut Muslimin, sejarah bahasa Indonesia sendiri tidak lepas dari bahasa Melayu. Sebab sejak dulu, bahasa Melayu merupakan bahasa yang digunakan sebagai bahasa perantara atau pergaulan. Sehingga dasar bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Dalam berkomunikasi, bahasa Melayu digunakan dimana-mana dan semakin berkembang di Nusantara. Bahasa Melayu Indonesia ini kemudian dipengaruhi oleh corak budaya setiap daerah. Sehingga bahasa ini tumbuh dengan pengaruh bahasa lain seperti bahasa Sansekerta, Persia, Arab dan bahasa Eropa. Dengan demikian, dalam perkembangannya, bahasa ini memiliki dialek yang berbeda-beda antar daerah.

     Ia menilai penggunaan bahasa Melayu yang kian mengglobal, tak terkecuali bahasa Melayu versi Indonesia yang menjadi bahasa nasional, adalah peluang bagi bahasa Melayu untuk menjadi bahasa internasional. Ada syarat yang sudah terpenuhi untuk menjadi bahasa antar bangsa. “Ketika bahasa itu digunakan oleh banyak orang, maka jika kita menggunakan terminologi umum maka syarat ini sudah terpenuhi. Jadi ini peluang sekaligus landasan kuat mengapa seharusnya Bahasa Melayu ini bisa digunakan sebagai bahasa internasional, setidaknya di level Asia Tenggara. Bahkan jika ini digunakan sebagai bahasa resmi internasional juga sangat mungkin. Ada 50 negara di dunia yang secara spesifik sudah mempelajari Bahasa Melayu,”tutur guru besar yang juga Dekan FISIP UMM ini. Bahkan untuk mendukung internasionalisasi Bahasa Indonesia yang berakar pada bahasa Melayu, Indonesia sudah melakukan berbagai strategi untuk memasyarakatkan bahasa melayu atau Bahasa Indonesia. Salah satunya dengan mengirim guru-guru untuk mengajar Bahasa di sejumlah negara. “Kampus kami, UMM, bahkan menyediakan 200 beasiswa untuk mahasiswa Thailand, Filipina Selatan dan negara-negata untuk datang ke UMM belajar Bahasa Indonesia, dengan syarat mahasiswa asing tersebut harus menulis dan mengikuti perkuliahan dengan menggunakan Bahasa Indonesia,”imbuhnya.

     Sebagai sebuah suku, Melayu di Indonesia jumlahnya memang tidak banyak. Pengguna bahasa Melayu murni jika dilihat berdasar suku hanya sebanyak 17 juta orang namun ini bukan menjadi halangan. Sebab dalam banyak terminologi umum, bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia memiliki kesamaan karena memiliki akar yang sama. Hanya dalam beberapa terminologi khusus saja yang sedikit berbeda. Tak hanya pada penggunaan bahasa Melayu di Indonesia, masing-masing negara di Asia Tenggara juga memiliki perbedaan dalam pemahaman istilah dalam rumpun bahasa Melayu yang digunakan.

Prof. Dr. Muslimin Machmud, M.Si (berbatik merah) saat menghadiri pembukaan simposium bersama Perdana Menteri Malaysia, Dato’ Sri Ismail Sabri bin Yaakob, LL.B (foto: ist)

     Oleh karena itu, dalam forum tersebut, Muslimin menyajikan sejumlah solusi kepada semua pihak jika berkeinginan menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa internasional. Ia menyebutkan harus ada tim taskforce perwakilan masing-masing negara untuk menyamakan persepsi bahwa perbedaan istilah atau terminologi dalam bahasa Melayu masing-masing negara bukanlah sebuah permasalahan. “Sehingga jika ada forum antarbangsa, biarkan saja masing-masing kepala negara menggunakan bahasa Melayu sesuai dengan dialek, intonasi atau kebiasaan yang dilakukan. Ini akan memudahkan penyamaan persepsi. Selain itu generasi muda dianjurkan untuk tidak membuat polemik di sosmed terkait perbedaan terminologi dalam bahasa Melayu, apalagi memasukkan ego politik dalam polemik tersebut. Bahasa Melayu bisa menjadi bahasa antarbangsa jika kita semua bisa menerima dan memaklumi perbedaan yang ada,”ungkapnya. (wnd)

×